Setiap tahun pada Hari Jumat I Bulan Maret, di gereja-gereja sedunia dilaksanakan perayaan Hari Doa Sedunia. Perayaan tersebut di GKJW biasa hanya dilakukan oleh KPPW atau KPAR tetapi pada tahun ini, Hari Doa Sedunia (HDS) yang bertemakan "Apakah aku berlaku tidak adil atasmu?" di GKJW Jemaat Tunglur kebaktian tersebut diadakan Minggu 26 Maret 2017 bersama jemaat, mengingat esensi kegiatan ini.
Tahun ini tata kebaktian HDS disiapkan oleh negara Filipina. Karena itu peta negara Filipina dipasang di depan. Di meja depan mimbar juga diletakkan foto dua pejuaang HAM yang berjuang untuk keadilan tetapi pada akhirnya mereka hilang bahkan diduga wafat tanpa keadilan. Kedua foto tersebut mengingatkan pada panggilan gereja untuk membawa keadilan yang kadang menjadi sunyi di tengah ramainya program-program internal gereja.
Karena itu dalam khotbahnya, Pdt. Gideon mengangkat kedua orang tersebut. Hari ini di tengah sunyinya kesaksian gereja, secara khusus di banyak GKJW, yang miris karena justru banyaknya program gereja. Orientasi gereja lantas menjadi sangat ke dalam. Tentu pada kesempatan lain hal ini baik karena menunjukkan gereja yang terus berdinamikan menata diri, namun kesilapan gereja itu telah menjadikan orang-orang lain akhirnya menggambil bagian itu, bahkan harus membayar dengan nyawanya. Di sinilah gereja diajak untuk kembali melihat dirinya dan panggilannya dengan sungguh-sungguh.
Banyak ketidakadilan yang terjadi di sana yang sebenarnya gereja bisa ikut terlibat. Dan untuk itu gereja perlu berani keluar dari kotak kenyamanannya. Kotak kenyamanan itu dapat berupa ucapan sederhana, "Kita terlalu kecil, kita tidak bisa berbuat apa pun." Dan akhirnya lalu di tengah kesibukan hidup panggilan tersebut lantas menjadi sunyi. Pdt. Gideon menyerukan, jika bisa melakukan aksi, jangan menunda lakukanlah untuk keadilan, mulailah dari lingkungan di sekitar kita. Lakukan dengan Kasih, karena itu cara yang dikenal oleh Kekristenan. Tetapi jika sungguh-sungguh belum bisa, kita tetap bisa melakukannya, dengan cara yang begitu kita kenal: Berdoa.
Karena itu doa syafaat menjadi doa yang penting, karena doa syafaat tidak berfokus pada diri sendiri. Doa syafaat adalah doa untuk mendoakan yang lain, termasuk mereka yang berjuang untuk keadilan dan mereka yang mengalami ketidakadilan. Ddalam kebaktian tersebut juga didoakan anak-anak yang membutuhkan kedamaian dan suasana hidup yang baik untuk pertumbuhan, para perempuan, para buruh migran. masyarakat adat, dan petani karena petani kerap menerima ketidakadilan oleh sistem masyarakat yang semakin modern.
Sebelum persembahan kepada setiap warga diberikan segenggam beras yang dibungkus dengan indah serta sebuah pembatas Alkitab yang mengingatkan mereka pada tema HDS hari tersebut. Pembagian segenggam beras tersebut menyimbolkan dagyaw. Sebuah tradisi di Filipina, para petani mengerjakan sawahnya dengan dibantu masyarakat sekitar dengan gratis, karena itu kepada mereka yang membantu dibagikan beras, sebagai tanda solidaritas kemasyarakatan mereka. Di Indonesia dikenal tradisi bawon yang mirip dengan ini.
Kebaktian tersebut dilayani oleh perwakilan seluruh jemaat: Anak, Remaja, Pemuda, Ibu-ibu, dan pada Adi Yuswa. Mengingat HDS dilaksanakan bersama Masa Prapaskah yang mengingatkan gereja pada pertobatan terus menerus, maka mengutip tulisan Pdt. Gideon:
Tahun ini tata kebaktian HDS disiapkan oleh negara Filipina. Karena itu peta negara Filipina dipasang di depan. Di meja depan mimbar juga diletakkan foto dua pejuaang HAM yang berjuang untuk keadilan tetapi pada akhirnya mereka hilang bahkan diduga wafat tanpa keadilan. Kedua foto tersebut mengingatkan pada panggilan gereja untuk membawa keadilan yang kadang menjadi sunyi di tengah ramainya program-program internal gereja.
Karena itu dalam khotbahnya, Pdt. Gideon mengangkat kedua orang tersebut. Hari ini di tengah sunyinya kesaksian gereja, secara khusus di banyak GKJW, yang miris karena justru banyaknya program gereja. Orientasi gereja lantas menjadi sangat ke dalam. Tentu pada kesempatan lain hal ini baik karena menunjukkan gereja yang terus berdinamikan menata diri, namun kesilapan gereja itu telah menjadikan orang-orang lain akhirnya menggambil bagian itu, bahkan harus membayar dengan nyawanya. Di sinilah gereja diajak untuk kembali melihat dirinya dan panggilannya dengan sungguh-sungguh.
Banyak ketidakadilan yang terjadi di sana yang sebenarnya gereja bisa ikut terlibat. Dan untuk itu gereja perlu berani keluar dari kotak kenyamanannya. Kotak kenyamanan itu dapat berupa ucapan sederhana, "Kita terlalu kecil, kita tidak bisa berbuat apa pun." Dan akhirnya lalu di tengah kesibukan hidup panggilan tersebut lantas menjadi sunyi. Pdt. Gideon menyerukan, jika bisa melakukan aksi, jangan menunda lakukanlah untuk keadilan, mulailah dari lingkungan di sekitar kita. Lakukan dengan Kasih, karena itu cara yang dikenal oleh Kekristenan. Tetapi jika sungguh-sungguh belum bisa, kita tetap bisa melakukannya, dengan cara yang begitu kita kenal: Berdoa.
Karena itu doa syafaat menjadi doa yang penting, karena doa syafaat tidak berfokus pada diri sendiri. Doa syafaat adalah doa untuk mendoakan yang lain, termasuk mereka yang berjuang untuk keadilan dan mereka yang mengalami ketidakadilan. Ddalam kebaktian tersebut juga didoakan anak-anak yang membutuhkan kedamaian dan suasana hidup yang baik untuk pertumbuhan, para perempuan, para buruh migran. masyarakat adat, dan petani karena petani kerap menerima ketidakadilan oleh sistem masyarakat yang semakin modern.
Sebelum persembahan kepada setiap warga diberikan segenggam beras yang dibungkus dengan indah serta sebuah pembatas Alkitab yang mengingatkan mereka pada tema HDS hari tersebut. Pembagian segenggam beras tersebut menyimbolkan dagyaw. Sebuah tradisi di Filipina, para petani mengerjakan sawahnya dengan dibantu masyarakat sekitar dengan gratis, karena itu kepada mereka yang membantu dibagikan beras, sebagai tanda solidaritas kemasyarakatan mereka. Di Indonesia dikenal tradisi bawon yang mirip dengan ini.
Kebaktian tersebut dilayani oleh perwakilan seluruh jemaat: Anak, Remaja, Pemuda, Ibu-ibu, dan pada Adi Yuswa. Mengingat HDS dilaksanakan bersama Masa Prapaskah yang mengingatkan gereja pada pertobatan terus menerus, maka mengutip tulisan Pdt. Gideon:
kalau gereja begitu ramai membicarakan program kebaktian tetapi lupa berbicara tentang ketidakadilan dan memperjuangkannya
kalau gereja begitu ribut bertengkar, hingga lupa bahwa pengampunan bernilai lebih besar dari dosa
kalau gereja sibuk dengan dana, hingga lupa yang berkebaktian semakin sedikit
kalau gereja dibangun megah, tetapi rumah warganya memrihatinkan
kalau gereja berhenti memiliki harapan akan kehidupan dan mulai menyiram ketakutan
kalau khotbah dan musik di gereja memesona, tetapi sepi terhadap budaya kematian di luar sana (atau di dalam gereja sendiri)
maka ini saat yang tepat untuk bertobat
COMMENTS