Seri Doa Bapa Kami Rasa Indonesia (5)

"... DAN AMPUNILAH KAMI AKAN KESALAHAN KAMI, SEPERTI KAMI MENGAMPUNI ORANG YANG BERSALAH KEPADA KAMI ..."



Bulan April kemarin diadakan sebuah simposium nasional "Membedah Tragedi 1965, Pendekatan Kesejarahan". Peristiwa tahun 1965 memang mengubah wajah Indonesia dengan begitu tajam. Tidak kurang dari lima ratus ribu anggota dan simpatisan Partai Komunis Indonesia tewas dalam kudeta 30 September 1965. Salah satu kesepakatan dalam simposium itu adalah adanya keterlibatan negara dalam peristiwa memilukan tersebut. Presiden Jokowi menyatakan belum memutuskan apakah hendak meminta maaf kepada para korban tragedi 1965. Tapi kenyataan permintaan maaf nasional demikian memang tidak serta merta menyelesaikan permasalahan. Derrida dalam On Forgiveness menyatakan bahwa pemaafan yang sejati tidak dapat diwakilkan. Karena seharusnya pemaafan itu lahir langsung dari para korban sendiri, bukan keluarga, bukan yang lain. Karena merekalah yang berkaitan langsung dengan peristiwa tersebut. Hal yang berkaitan langsung dengan pemaafan sosial atau bahkan nasional begini adalah pada hakikat pemaafan itu dan keterkaitannya dengan keadilan. Toh kenyataannya walaupun Jokowi mewakili pemerintah misalnya meminta maaf, bukan dia sendiri yang ikut terlibat dalam peristiwa berdarah tersebut. Maka apakah pemaafan relevan dalam hal itu?

Banyak peristiwa seteru akhirnya berakhir bukan dengan pemaafan atau pun keadilan, alih-alih kedua hal tersebut, banyak justru berakhir dengan melupakan. Dan demikianlah sejarah generasi ahistoris pada masa ini, disibukkan dengan gadget dan menjadi lupa pada perihal-perihal penting yang sebenarnya belum tuntas. Ketika perihal-perihal itu lantas diulik, maka yang terjadi adalah anggapan jika bukan membuka luka lama, bisa jadi sudah dianggap tidak up to date. Maka pelupaan adalah jalan yang sebenarnya tidak senonoh bagi sebuah kenyataan pahit. Pelupaan adalah upaya menghapus sejarah. Maka tidak salah jika gerakan-gerakan historis yang sekarang terjadi bertagline "Melawan Lupa", karena hanya dengan itu perulangan kejahatan kemanusiaan tidak akan terjadi. Mungkin budaya evaluasi memang bukan bagian yang mudah dielaborasi dalam wahana harmonis yang agak anti perseteruan di Indonesia. Entah karena naturenya begitu, atau karena sudah terlalu dijejalkan, konflik itu berbahaya, jadi jangan berkonflik. Nyatanya, tetap tidak selesai.

Geonawan Mohamad dalam Catatan Pinggirnya di Tempo berjudul Maaf mengungkapkan tentang pentingnya pemaafan. Pertanyaannya sederhana, "’Maaf’ tak pernah bisa dipisahkan dari ingatan, tapi mungkinkah ingatan bisa kekal? Mungkinkah kita berbicara tentang ‘maaf’ di luar sejarah?" Tulisan inilah yang lantas justru dikritik keras oleh banyak penanggap, menganggap bahwa pemaafan yang disampaikan oleh GM akhirnya disejajarkan dengan pelupaan disejajarkan dengan pemakluman. Bahkan GM dianggap memuntir Derrida dalam tulisannya On Forgiveness.

Ada pertanyaan-pertanyaan yang tidak mudah diselesaikan ketika berbicara tentang pemaafan, sebut saja dalam beberapa kasus: Bisakah kita memaafkan para koruptor yang menyejahterakan dirinya dengan uang rakyat? Bisakah kita memaafkan pelaku pelecehan seksual yang membuat korbannya kehilangan citra diri? Bisakah memaafkan penjajahan sebuah bangsa yang telah membuat bangsa itu kehilangan keberanian untuk berjati diri? Bisakah pemaafan terjadi tanpa keadilan? Penghukuman bagi kejahatan korban? Pemaafan dianggap menyepelekan permasalahan, alam pemaafan adalah bertentangan dengan alam keadilan.

Hubungan yang transaksional, mata ganti mata, baik ganti pahala, suci berganti sorga, dan kejahatan berganti neraka memang tidak bisa dilepaskan dalam hukum agama apa pun. Termasuk dalam Kekristenan. Embel-embel berkat selalu menyertai kesetiaan, entah itu dalam kerangka berkat sudah diberikan atau berkat akan diberikan setelah kesetiaan. Jika memang ada pemaafan dan pengampunan Ilahi mengapa ada hukuman kekal? Mengapa ada konsep sorga dan neraka? Ada yang mengatakan bahwa sorga dan neraka adalah konsep penjagaan norma (proses) ketimbang capaian dari pelaksanaan dharma (hasil). Namun justru konsep sorga dan neraka inilah sumber pengharapan bagi mereka yang sepanjang hidupnya mengalami ketidakadilan. Orang-orang buangan di Babel selalu merindukan kepulangan ke tanah air, gambaran kerajaan Kekal menjadi rumus ramuan konsep mesianis yang mengurbankan apa pun. Ayub dipulihkan, Yesus bangkit, kitab-kitab apokaliptis serupa Daniel dan Wahyu juga menyebutkan tentang habisnya era kerajaan kejahatan. Bahkan kitab kehidupan itu menuliskan nama-nama orang yang setia dalam penderitaan. Apakah salah lalu hubungan transaksional demikian? Dalam bahasa yang sangat kasar, Lex Talionis dikecam, tapi juga dirindukan. Mata ganti mata dibenci, tetapi kebaikan berbuah sorga diterima. Demikianlah maka agama dianggap tidak benar-benar mampu menjawab permasalahan kongkrit sosial kemasyarakatan dunia. Nyatanya konsep pahala, berkat, kutuk, sorga, neraka adalah konsep paling mendasar dan akut terkait Lex Talionis.

Calvin pernah mengajukan sebuah ide tentang predistinasi. Bahwa pemilihan itu hak prerogatif Allah, bahwa manusia tidak tahu, dan hanya Allah yang tahu. Tapi memang ada orang-orang yang pada dirinya sendiri ditakdirkan untuk selamat dan tidak. Namun hari ini banyak gerakan Calvinis sendiri yang tak hendak berepot-repot dengan tulisan Calvin dalam Institutio dan menyatakan diri sebagai Calvinis tapi menolak predistinasi.

Maka tidak salah jika ungkapan “Dan ampunilah kami akan kesalahan kami, seperti kami mengampuni orang yang bersalah kepada kami” sebagai ungkapan yang sebenarnya menggemakan sebuah prinsip mata ganti mata, “Karena jikalau kamu mengampuni kesalahan orang, Bapamu yang di sorga akan mengampuni kamu juga. Tetapi jikalau kamu tidak mengampuni orang, Bapamu juga tidak akan mengampuni kesalahanmu.” Transaksional. Ketimbang melihatnya dalam kerangka, “Kasihilah musuhmu dan berdoalah bagi mereka yang menganiaya kamu.” Dua hal tersebut tampaknya sama, tetapi dalam prinsip keadilan dan pemaafan, dua teks tersebut bertolak belakang. Demikianlah wacana teodise selalu menjadi wacana teologi yang sulit untuk dituntaskan. Allah baik, Allah adil, tapi ada kejahatan – bahkan kejahatan kemanusiaan yang bisa jadi juga mengatasnamakan kemanusiaan.

Dalam sejarah GKJW, peristiwa tahun 1965 mengubah wajah GKJW sedemikian rupa. Pertama adalah berkait dengan masuknya berbondong-bondong orang ke GKJW. Tapi pada saat yang sama juga berhentinya banyak gerakan sosial GKJW atas dasar ketakutan dianggap sebagai gerakan masif keorganisasian. Suster Halzebos dikenal sebagai gerakan perempuan pra GKJW yang menginisasi lahirnya Rumah Sakit Mardi Waluyo, para perempuan GKJW bersama dengan rekan-rekan perempuan Jawa yang lain pernah memiliki sebuah majalah KWW Mawar, bahkan sebelum adanya KWMA (sekarang DPPW) telah ada sebuah gerakan Wanita Rukun Santosa di GKJW yang berkiprah bukan hanya intern gereja tetapi berskala Jawa Timur bahkan Nasional. Namun bersama dengan peristiwa tahun 1965 perubahan gerakan perempuan sangat dirasakan terlebih dengan kekhawatiran akan adanya gerakan-gerakan semacam Gerwani. Aksi massal demikian lantas menjadi terbatas. Maka tidak mengherankan jika kadang gerakan perempuan GKJW lantas terlebih pada urusan lomba-lomba berkebaya, bersanggul, atau arisan. Paling aman, gerakan berskala lebih besar lantas seperti kehilangan taringnya. Bagaimana pemaafan lantas berbicara pada perubahan orientasi demikian?

Maka mengingat peristiwa salib, terkhusus pada “Ya Bapa, ampunilah mereka, sebab mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat” punya peranan sangat besar. Jika ada kisah pemaafan yang organik dalam Alkitab, terjadi langsung dari korban kemanusiaan kepada yang dianggap para pelaku, maka peristiwa itulah yang nampaknya mencatatkan diri di Alkitab sebagai gambaran pemaafan paling hakiki namun sekaligus praktis. Pemaafan sejati nyatanya lebih spiritual ketimbang sosial. Dengan cara inilah maka bagian pengampunan dalam Doa Bapa Kami bisa sedikit banyak dibunyikan. Sang tersalib (jika boleh dianggap sebagai korban) menyatakan permohonan maaf kepada Allah (Bapanya) atas perbuatan para penyalib, karena penyaliban itu terjadi tanpa kesadaran. Tidak tahu apa yang diperbuat. Jika boleh mengatakan tentang peran mesias sebagai penghubung langit dan bumi, maka di sanalah peran mesianis itu memainkan perannya. Ada sang imam yang adalah penerima hukuman, memohonkan ampun bagi bangsanya kepada Tuhannya di ruang maha kudus. Dan dengan demikian dia membawa keselamatan nasional bagi bangsanya sendiri. Bukan keselamatan politis sayangnya, tapi keselamatan spiritual.

Pemaafan di salib itu adalah pemaafan yang memutus rantai seteru. Maka agak aneh jika lalu ada orang yang menyatakan diri Kristen melihat perbuatan para Yahudi – farisi, saduki, ahli taurat, herodian – dengan kekesalan ketimbang pemaafan. Habis dan selesai. Kisah Miryam yang menjadi kusta (Bilangan 12) setelah mengkritik perbuatan Musa yang menikahi perempuan Kush, karena dianggap menodai eksklusivitas pemilihan umat Israel bisa berbunyi. Jika Musa memang melakukan kesalahan nasional dengan menikahi perempuan Kush, maka bukan hak Miryam dan Harun untuk mengkritik bahkan menilainya, itu adalah hak Allah. Penghakiman adalah ilahiah. Dengan demikian pemaafan dan keadilan adalah ilahian, spiritual. Maka bisa dimengerti mengapa Salomo yang mengambil istri bangsa-bangsa lain dikritik habis-habisan oleh para Deuteronomis dan menyebabkan kehancuran kerajaan bersatu dan kematiannya sendiri, justru Musa tampaknya dibela oleh Tuhan. Nyatanya bukan pembelaan, tapi lebih menekankan posisi otoritatif ilahi di sana.

Pemaafan adalan pendamaian. Dalam pemaafan hukum aksi reaksi, Lex Talionis diputus dengan anggun. Bagian Doa Bapa Kami, ampuni kami seperti kami mengampuni, senyatanya bukan Lex Talionis, tapi sebuah upaya sinkronitas antara pendamaian diri dengan pendamaian sosial. Pendamaian sosial hanya akan terjadi jika ada pendamaian diri. Pendamaian diri memampukan orang berdamai secara sosial. Dan sebaliknya, pendamaian sosial adalah pendamaian diri. Pemaafan bukanlah upaya mengasihani, tapi upaya menghadirkan kerajaan Allah ke atas muka bumi. Dengan demikian prinsip keadilan pun selesai dengan sendirinya.

Tapi bagaimana dengan mereka yang tidak percaya? Bukan orang beriman? Bukankah ini bisa dibaca pemakluman bahkan pelupaan? Nyatanya di sinilah prinsip keadilan sosial mendapatkan maknanya. Keadilan sosial nyatanya memang bukan pemaafan. Keadilan sosial bernature wadakiah, sewadakiah pemaafan sosial dan nasional dalam kerangka di atas. Negosiasi atas penjanjian besar bernama hak asasi manusia adalah negosiasi terbesar dalam sejarah umat manusia. Negosiasi bernama hak asasi manusia itu menjembatani dua dimensi, sorga dan bumi. Maka harus berani dibilang bahwa hak asasi manusia adalah sebuah ruang ambang – liminal, tidak di sana tidak di sini, tetapi juga di sana dan di sini. Hak asasi manusialah yang dalam prinsip jawa dimaknakan “Ngono ya ngono ning aja ngono”. Negara, gereja, bahkan relasi interpersonal yang paling intim pun selama di bawah matahari, tidak pernah lepas dari negosiasi ini.

Maka di sinilan pemaafan interpersonal dan sosial yang baik dalam kerangka iman dan bukan iman dimaknai: pemaafan adalah sebuah lebur. Anomali atas aksi reaksi inderawi. Jembatan dan batas bersama-sama. Sikap batin atas sebuah kerajaan tak kasat, kerajaan batin. Kerajaan hati. Dan manusia bukan sekadar berbekal logika, manusia pun berbekal hati nurani dalam dirinya. Immanuel Kant menyebut ini dalam prinsip etikanya, sebuah tulisan yang ingin dituliskan di pusaranya (toh nyatanya tidak dituliskan): Dua hal yang paling membuatku kagum, langit penuh bintang di atasku dan hukum moral di dalam diriku.

COMMENTS

Nama

15 Menitan,59,ACWC,2,adi yuswa,2,Adven,1,Baptis,3,Berita,180,Berita Jemaat,75,Bulan Budaya,1,Bulan Keluarga,1,Bulan Kitab Suci,1,Daur Majelis,2,Essay,10,Foto,120,Gereja Suaka Iklim,3,Hari Doa Sedunia,3,HPPGA,2,HUT,3,HUT ke-135 Tahun,1,HUT RI 78,1,Ibadah,65,Ibadah Syukur,18,Intergenerasi,3,Jumat Agung,2,Kafe Door,10,Kamis Putih,1,Kartini,3,Kelas Kreatif,12,Kelas Mulung,5,Kemerdekaan,3,Kerja Bakti,4,Kesekretariatan,23,Kespel,2,KPAR,36,KPAY,5,KPK,6,KPMG,2,KPP,11,KPPL,8,KPPM,32,KPPW,8,KPT,47,Lomba Agustusan,1,Majelis,1,MD Kediri Utara 2,16,Minggu Palmarum,1,Mulung,82,Natal,12,Oikumene,1,P2A,5,PA,3,Padus anak,1,Pamong,1,Paskah,11,Pekan Pemuda,1,Pemuda,23,Pendeta,5,Pentakosta,2,Perjamuan Kasih,2,Perjamuan Kudus,5,Pertanian Organik,4,PEW,15,PJS,1,Pokja Reportase,2,Poster Natal,1,PPerjamuan Kudus,1,Pra Paskah,8,Produk Cafe Door,3,Produk Jemaat,5,Produk Kelas Kreatif,2,Produk Pemuda,1,Program,8,Program Unggulan,40,PTWG,3,Renungan,50,Sabtu Sunyi,1,SALIB,1,Sejarah,4,Sidang MD,1,Tahun Baru,3,Teologi,27,Tokoh,5,UEM,2,UKDW,1,Unduh-unduh,4,Warga,27,Wartawan Cilik,8,
ltr
item
GKJW Jemaat Tunglur: Seri Doa Bapa Kami Rasa Indonesia (5)
Seri Doa Bapa Kami Rasa Indonesia (5)
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjXVGavUbl5_trzwODcJYz4qh2ufDxeAr9sTLac11kw44QOtigwR-MYAbImRGOXRq1X-Z3eVJXV7wNl9Cs5lxCHYzNiXq0mq17dLWP11b067Rw8lbp0ZbVin3a0m01X6-eue5zKiW9SvAg/s1600/IMG-20160202-WA0002.jpg
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjXVGavUbl5_trzwODcJYz4qh2ufDxeAr9sTLac11kw44QOtigwR-MYAbImRGOXRq1X-Z3eVJXV7wNl9Cs5lxCHYzNiXq0mq17dLWP11b067Rw8lbp0ZbVin3a0m01X6-eue5zKiW9SvAg/s72-c/IMG-20160202-WA0002.jpg
GKJW Jemaat Tunglur
https://tunglur.gkjw.or.id/2017/02/seri-doa-bapa-kami-rasa-indonesia-5.html
https://tunglur.gkjw.or.id/
https://tunglur.gkjw.or.id/
https://tunglur.gkjw.or.id/2017/02/seri-doa-bapa-kami-rasa-indonesia-5.html
true
6179814512795437537
UTF-8
Loaded All Posts Not found any posts VIEW ALL Readmore Reply Cancel reply Delete By Home PAGES POSTS View All RECOMMENDED FOR YOU LABEL ARCHIVE SEARCH ALL POSTS Not found any post match with your request Back Home Sunday Monday Tuesday Wednesday Thursday Friday Saturday Sun Mon Tue Wed Thu Fri Sat January February March April May June July August September October November December Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec just now 1 minute ago $$1$$ minutes ago 1 hour ago $$1$$ hours ago Yesterday $$1$$ days ago $$1$$ weeks ago more than 5 weeks ago Followers Follow THIS CONTENT IS PREMIUM Please share to unlock Copy All Code Select All Code All codes were copied to your clipboard Can not copy the codes / texts, please press [CTRL]+[C] (or CMD+C with Mac) to copy