
Dosa. Sejak kapan konsep itu menjadi konsep yang sejajar dengan kejahatan, sesuatu yang buruk? Dosa dalam bahasa Ibrani disebut chet, yang berarti lepas dari target. Konteksnya dalam perburuan, begini, bayangkan kamu megang ketapel, lalu ketika kamu narik batu di ketapel itu ternyata kamu gak mengenai targetnya. Melenceng. Nah, itu kata yang pas untuk chet! Lalu apakah melenceng itu sesuatu yang buruk dalam artian normatif, jahat? Kalau jawabannya iya, itu keterlaluan. Jadi bukan perbuatan melenceng itu yang pertama kali bikin orang jadi jahat, seringkali adalah dampaknya. Ketidaksiapan orang untuk melenceng, itulah yang bikin chet, dosa, itu menjadi jahat.
Selalu ada tahapan yang terus berundak dalam sebuah perbuatan jahat. Apa yang bikin dosa jadi baik, atau bikin dosa jadi buruk adalah pilihan pertama yang dibuat dalam tahapan berundak itu. Setelah sebuah chet, orang akan dihadapkan pada dua pilihan. Pilihan pertama adalah pengakuan dan penyangkalan. Pengakuan membawa orang pada penyesalan atas tindakan dosa itu tapi bukan penyesalan pada tujuan fokus. Tapi penyangkalan mengaburkan semuanya. Penyangkalan membuat orang akhirnya lebih permisif dan menjustifikasi perbuatannya: "Ah semua orang juga begitu, setidaknya aku tidak membuat dia begini dan begitu, lebih banyak yang melakukan kesalahan lebih besar, memangnya ada orang yang selalu berbuat benar?" Kalimat itu tidak muncul terburu-buru dan pertama kali tidak muncul untuk membenarkan diri sendiri. Penyangkalan meletakkan kalimat-kalimat itu di awal dan ditujukan untuk dirinya sendiri. Itu dia masalahnya. Dari penyangkalan itulah biasanya orang mulai memilih pilihan berundak yang lain, semakin membuat lapisan. Dan di sinilah biasanya pihak yang lain akan mulai ikut terbawa. Dampaknya? Perbuatan dosanya membawa dia pada kejahatan. Mulai berbohong, mulai mengorbankan orang lain, mulai bersembunyi dan tidak hendak ditemukan, menutup, bermuslihat, dll.
Tapi sebenarnya kalau orang berani masuk dalam pengakuan. Orang akan berani bilang, "Iya ya, aku sudah keliru. Targetnya gak kena!" Dia gak akan berhitung dengan hal-hal di luar yang walaupun benar bisa mengalihkan fokusnya, tapi dia terpusat pada pure piece dalam hatinya. Jika demikian maka yetzer hara (inklinasi/ pelencengan dosa) tidak akan menginduksinya dan memunculkan penyangkalan. Dia akan jujur mengatakan, "Inilah aku!" tanpa terpaksa, tanpa ditekan, dengan senyuman dan rasa malu yang seimbang. Dan dari sanalah pusat sebuah kenaikan kelas spiritual.
Jika seseorang berani menahan diri dari pengaruh yetser hara, maka dia akan memiliki keberanian dalam dirinya. Keberanian bukan untuk melawan, tapi keberanian untuk menerima. Jadi jangan berpikir bahwa ilmu menahan tidak ada gunanya, sangat berguna di sini. Jika seseorang sudah sampai pada penerimaan, pintu bagi dia bisa ada dua depresi atau berdamai. Mereka yang depresi akan menyalahkan diri sendiri dan menganggap diri rendah tidak berguna. Tetapi mereka yang berdamai, dengan rendah hati mereka menerima dan dari sanalah chet tidak membawa orang pada kejahatan lagi, tetapi resolusi diri. Baik secara fisik maupun spiritual.
Jika tahu kunci ini, orang tidak akan lagi takut. Tidak akan takut jatuh, tidak akan takut habis, terluka, kecewa, mengecewakan, karena mereka adalah jiwa yang bebas. Mereka berkawan dengan Tuhan dan semesta. Mereka bisa jadi sempat khawatir dan panik. Karena kekhawatiran dan panik adalah alarm tubuh pada sebuah tes kenaikan kelas. Tapi semakin kesadaran diri kuat, mereka semakin tajam. Dan mereka tidak takut dengan chet, karena dosa hanyalah sebuah jalan untuk naik kelas.
Dan biasanya mereka bahagia.
COMMENTS