Mari kita lihat beberapa kenyataan berikut ini:
1.
Jemaat Tunglur adalah jemaat pedesaan dengan jumlah warga yang tidak sangat besar, 47 KK terdaftar dengan 37 KK yang berdomisili di wilayah Jemaat Tunglur (lebih sedikit lagi jika menghitung rumah, karena ada beberapa rumah yang ditempati lebih dari 1 KK). Namun ada aset potensial yang bisa dikembangkan, seperti ada sawah dan pekarangan.
2.
Kebutuhan kehidupan bergereja ke depan semakin besar. Seringkali yang dipikirkan adalah memperbesar jumlah persembahan warga. Namun sebelum sampai ke sana, mari melihat hal-hal berikut ini:
(a)
Warga usia 60 tahun ke atas: petani atau pensiunan (beberapa harus menanggung range usia lain) dengan jumlah 27 % warga jemaat.
Warga usia 40-59 tahun: pegawai negeri dan swasta atau rata-rata sudah bepekerjaan mapan (utamanya harus menanggung range usia lain) dengan jumlah 22 % warga jemaat.
Warga usia 20-39 tahun: rata-rata pekerjaan belum jenak atau karyawan tidak tetap/ ikut orang (beberapa masih ditanggung range usia lain - padahal ini harapan untuk kemandirian), jumlahnya 36 % warga jemaat.
Warga usia 0-19 tahun: usia sekolah (ditanggung), jumlahnya 15 % warga jemaat.
Bagaimana meningkatkan persembahan jika jumlah tanggungan warga besar? Maka perlu melihat nilai rata-rata persembahan warga dalam perbandingan dengan pendapatan warga di atas, yang berikut:
(b)
Persembahan warga jemaat Tunglur tahun 2016
Untuk kas jemaat (bendahara 1): Rp 75.317.300,-
Untuk non kas jemaat (dana sosial, kematian, pembangunan, dll. (bendahara 2): Rp 50.085.100,-
Total persembahan: Rp 125.402.400,-
Maka jika dibagi dalam 37 KK, masing-masing KK mempersembahkan Rp 3.390.000,- per KK per tahun atau dibagi 48 minggu, setiap KK mempersembahkan Rp 70.000,- per KK per minggu. Jumlah sekian adalah jumlah yang luar biasa untuk jemaat desa dan agraris. Bahkan termasuk angka rasional optimal persembahan jemaat.
(c)
Perbandingan pendapatan dengan persembahan itu menyebabkan apakah mungkin persembahan ditambah? Mungkin tapi rasionya kecil. Karena jumlah warga yang ditanggung oleh warga yang lain masih cukup besar. Penambahan persembahan memungkinkan jika ada penambahan pendapatan.
3.
Masalah teologi adalah hal yang berjalan bersama dengan kesejahteraan. Damai sejahtera mengandaikan ada dua kondisi baik: Kondisi Damai dan Kondisi Sejahtera. Mengurangi salah satunya dan terlalu menekankan yang lain diindikasikan sedang menumpuk penyakit untuk periode berikutnya. Orang merasa bersyukur jika dia sadar bahwa hidupnya diberkati. Karena nilai persembahan yang sementara digunakan menggunakan ukuran angka (material), maka nilai diberkatinya juga dilihat dalam ukuran angka (material).
4.
Di GKJW, kesejahteraan warga adalah bagian besar dari fungsi diakonia. GKJW mengenal setidaknya 2 pola utama diakonia:
a. Diakonia karitatif: memberi - hal ini dilakukan Jemaat misalnya dengan dukungan warga sakit, dukungan untuk Patuwen, sewa sawah seikhlasnya, pemberian bingkisan Natal, dll.
b. Diakonia transformatif: memberdayakan - hal yang dilakukan jemaat pada tahun 2016 misalnya pilot project pertanian kelinci, kafe pemuda, dan yang semi diakonia transformatif misalnya taman toga lansia.
Keterbatasan kegiatan diakonia transformatif selama ini:
a. Masih baru sehingga belum bisa dievaluasi tuntas.
b. Semangat dan kesadaran untuk berwirausaha masih tergolong rendah.
c. Jumlah modal terbatas - orang kecil tidak sama dengan orang besar dalam hal investasi, karena pilihan menjadi terbatas dan tidak semua bidang yang dikembangkan sesuai bidang minat dan keahlian warga. Namun prinsip dalam usaha apa pun selalu sama, tidak boleh besar pasak daripada tiang.
d. kecenderungan warga Jemaat Tunglur yaitu ikut yang sudah berhasil. Kurang berani memulai dan gagal (karena keterbatasan sumber).
5.
Pada tahun 2019 akhir, tanah bekas sekolah YBPK akan kembali kepada jemaat dari penyewa. Maka masih ada waktu 3 tahun untuk mempersiapkan tanah tersebut.
Maka melihat hal tersebut, PEW menjadi penting sebagai upaya mencari tambahan pendapatan bagi warga. Sehingga yang menanggung bisa diringankan, yang ditanggung bisa mulai meringankan.
Maka untuk 2017 ada beberapa hal yang perlu dipersiapkan terkait rencana PEW ini:
1. Kerja sama dengan pihak pemodal baik dalam bentuk investasi maupun pinjaman. Sementara ini sudah ada PASEH yang siap memberikan pinjaman untuk bibit kelinci. Dan berbicara tentang pemodal, jika semangat dan perhitungan jelas sangat memungkinkan. Sistem kepercayaan antara warga (ora gampang padu, menyinggung dan tersinggung, saling mendukung dan menumbuhkan kepercayaan perlu dikembangkan).
2. Perlu pembentukan Pokja PEW Jemaat dengan beberapa tugas utama:
a. Pengawasan penggunaan dana dan usaha.
b. Pengembangan sistem PEW khususnya di lapangan dan praktis.
c. Pengembangan ragam PEW. PEW yang homogen dan heterogen masing-masing mempunyai kelebihan dan kekurangannya. Hal ini perlu menjadi pertimbangan warga dalam usaha PEWnya.
d. Mengusahakan pembinaan PEW bagi pelaku.
e. Mengusahakan kerja sama pemasaran. Rata-rata pasar tertarik pada jumlah yang besar, atau jika kecil bisa dipasarkan secara mandiri di pasar pertanian Pare.
3. Perlu pembentukan pra koperasi Jemaat, sehingga simpan pinjam bisa dikoordinasi dengan baik, tidak sembunyi-sembunyi atau jatuh ke tangan pihak yang akan merugikan.
4. Membangun kerja sama termasuk memungkinkan PEW untuk yang bukan warga Tunglur (tetangga, pemerintah, dll).
5. Salah satu anggota sekretariat perlu menjadi bagian dari Pokja PEW untuk mendukung sekaligus belajar mengenai PEW untuk tujuan ke depan.
6. Mempersiapkan PEW, kelas kreatif untuk anak dan remaja perlu dikembangkan dengan pelajaran kewirausahaan, dengan salah satu sasaran utama mengadakan bazar di gereja-gereja lain setiap bulannya.
Yang terpenting adalah kesadaran bahwa apa pun yang kita miliki adalah berkat Tuhan. Jangan karena mengurus berkat Tuhan kita justru menjadi melalaikan Tuhan. Lakukanlah sepenuh hati, saling mendukung antar anggota komunitas, seperti untuk Tuhan. Dan untuk itu kepercayaan satu dengan yang lain adalah kunci.
Selamat ber-PEW!
COMMENTS