[PADA SAAT INI PENULISAN SEJARAH GKJW JEMAAT TUNGLUR MASIH DALAM STATUS WORK IN PROGRESS, KARENA ITU DIMUINGKINKAN ADA PERUBAHAN KARENA TAMBAHAN INFORMASI YANG MASUK]
GKJW Jemaat Tunglur merupakan Jemaat dengan jumlah KK paling kecil di GKJW. Terdapat 47 KK di Jemaat Tunglur, dengan KK yang berdomisili di Jemaat sebanyak 37 KK. Saat ini, keluarga yang tinggal di Jemaat ini terdiri dari berbagai macam keluarga, ada yang berasal dari Tunglur sendiri, maupun dari luar daerah, bahkan ada yang dari luar pulau. Namun sejarah GKJW Jemaat Tunglur berangkat dari empat keluarga. Dua keluarga adalah keluarga yang membuka tempat itu, dan dua keluarga lain adalah keluarga yang datang kemudian, tetapi lalu terus berkembang beranak cucu di sana. Hingga saat ini, keempat keluarga tersebut masih keluarga terbanyak yang terdapat di jemaat.
Keempat keluarga asal muasal GKJW Jemaat Tunglur tersebut adalah (Keluarga yang telah disebutkan di keluarga pertama tidak disebutkan di keluarga berikutnya):
Keluarga pertama adalah keluarga Karoles. Keluarga ini adalah keluarga pembuka hutan pertama bersama Keluarga Seradi pada tahun 1880an. Mereka berasal dari Mojowarno. Upaya untuk mengembangkan kehidupan membawa mereka ke sebuah hutan di sebelah Barat Ngoro. Mereka juga yang mendirikan gereja pertama cikal bakal Jemaat Tunglur. Hari ini keluarga Karoles yang masih menjadi warga jemaat di Jemaat Tunglur adalah:
- keluarga Ibu Sri Yuktiari,
- keluarga Bp. Nowo Diharjo (dari Ibu Edy Mastuti),
- keluarga Ibu Panganthi,
- keluarga Bp. Setyo Wahono,
- keluarga Bp. Sudarto,
- keluarga Bp. Rossy Alindra,
- keluarga Bp. Dodik Basuki,
- keluarga Ibu Sukarni (dari Bp. Diptoadi),
- keluarga Bp. Basuki,
- keluarga Bp. Sutardjo (berdomisili di Gempol),
- keluarga Devit Kristiyan Rudiyanto (berdomisili di Pare).
Keluarga kedua adalah keluarga Seradi. Keluarga Seradi adalah keluarga Muslim, teman dari Karoles membuka hutan. Sejak semula GKJW Jemaat Tunglur memang sudah mempunyai modal rukun antar umat beragama dari asal mulanya. Karoles dan Seradi membagi hutan yang mereka buka menjadi dua bagian. Daerah untuk keluarga Karoles yang beragama Kristen sekarang bernama Sambiresik. Daerah untuk keluarga Seradi yang Muslim di sebelah Barat sungai (mungkin sekali karena data dari keluarga Seradi belum lengkap, maka beberapa keluarga di Meduran dan Paldaplang juga keturunan Seradi). Beberapa anggota keluarga ini yang beragama Kristen banyak yang bekerja di luar kota. Keluarga Seradi yang masih menjadi warga jemaat di Jemaat Tunglur adalah:
- keluarga Juwariyah,
- keluarga Sudarmaji (dari Ibu Mujiatmi Astutik),
- Mungkin masih keluarga Seradi: keluarga Bp. Poerwoendro dan keluarga Bp. Suhartono (dari Ibu Sentit), tetapi saat ini masih dalam penggalian data, jika memang benar maka keluarga Ibu Sukarni (dari Bp. Diptoadi) juga termasuk keluarga Seradi. Dan jika data ini benar maka anak cucu Bp. Tjipto Harsono Lieswari juga masih keluarga Seradi (dari Ibu Kasniti). Karena kesaksian Bp. Poerwoendro bukan pendatang tetapi sejak kecil beliau di Sambiresik.
Keluarga ketiga adalah keluarga Kariman. Keluarga ini datang beberapa tahun lebih kemudian (tidak ada catatan sejarah tahun berapa, tetapi nampaknya tidak berselang lebih dari 10 tahun) karena pada tahun 1889 mereka ikut mendirikan gereja cikal bakal GKJW Jemaat Tunglur. Keluarga ini berasal dari Purworejo (Wates). Nampaknya keluarga ini pernah keluar dari wilayah Tunglur, namun kembali lagi ke Tunglur ketika Soepardam Ifrajim mengajak Poertomo Lieswari ke Sambiresik kembali. Pada waktu itu salah satu alasannya adalah terkait dengan sekolah yang ada di Sambiresik (SD YBPK Tunglur). Pada saat ini keluarga ini merupakan kelurga dengan jumlah terbesar di Tunglur bersama dengan keluarga Soepardam Iprajim. Setiap tahun mereka mengadakan reuni keluarga Poertomo Lieswari (cucu dari Kariman). Keluarga Kariman yang masih menjadi warga jemaat di Jemaat Tunglur adalah:
- kleluarga Ibu Indyah Swihani (dan Ibu Suprih),
- keluarga Bp. Wakidi (dari Ibu Sundari Lieswari),
- keluarga Ibu Krisna Widiarti,
- keluarga Bp. Sabar Imanuel (dari Ibu Heining Wibawani),
- keluarga Ibu Twidas Sutatik (dari Bp. Soeroso Lieswari),
- keluarga Suyatno (dari Ibu Setyo Sayekti),
- keluarga Bp. Tri Harso Darmawan,
- keluaga Bp. In Hari Purwanto,
- keluarga Bp. Sunaryohadi (juga keluarga Soepardam Iprajim dari Ibu Susilowati),
- keluarga Bp. Purwodiono (dari Ibu Agustina Chrisvitaningtyas, juga keluarga Soepardam Iprajim),
- keluarga Bp. Yossy Christianto (berdomisili di Mojokerto, juga keluarga Soepardam Iprajim),
- keluarga Bp. Deddy Prasetya Wibowo (dari Ibu Septadina Netty Hapsari, berdomisili di Surabaya, juga keluarga Soepardam Iprajim),
- keluarga Margi Satriyo (berdomisili di Surabaya).
- Mungkin masih keluarga Kariman: kel. Ibu Sih Subekti dan Ibu Sri Rahayu, dan keluarga Bp Djoko Mulyono (masih dicari data dari Mbah Ndrowo), jika demikian maka keluarga berikut juga keluarga Kariman: keluarga Rizal Darmawan (berdomisili di Pare), keluarga Hermawan Sugiarto (dari Mety Ratna Krisdiana, juga keluarga Soepardam Iprajim) (berdomisili di Gempol), keluarga Wahyu Dwi Cahyono (berdomisili di Jakarta, juga keluarga Soepardam Iprajim),
Keluarga keempat adalah keluarga Soepardam Iprajim. Keluarga ini yang lebih kemudian ketika Sambiresik sudah menjadi desa. Soepardam Iprajim adalah seorang Guru Injil yang lantas juga melayani di jemaat ini. Namun secara khusus perhatian beliau adalah pada pendidikan di SD YBPK Tunglur pada saat itu. Keluarga ini lebih berdiaspora daripada keluarga yang lain. Sehingga walaupun mereka tetap berbasis keluarga di Tunglur, tetapi mereka tersebar di mana-mana. Banyak keluarga ini yang menikah dengan anggota keluarga lain di GKJW Jemaat Tunglur seperti tersebut di atas. Keluarga Soepardam Iprajim yang masih menjadi warga jemaat di Jemaat Tunglur (selain yang sudah disebutkan di atas adalah:
- keluarga Bp. Priyo Heri Santoso,
- keluarga Bp. Sardju Kasim,
- keluarga Ibu Dyah Fajar Muktiari (Bp Suyono),
- keluarga Ibu Tri Ariningsih (Bp. Eko),
- keluarga Bp. Pujiantoro,
- keluarga Bp Djoko Wahyudianto,
- Keluarga Ibu Esti Oetami (dari suami),
- keluarga Dyah Winedaringsih (berdomisili di Hongkong).
- masih dicari hubungannya dengan keluarga ini: Kel. Bp. Soepraptoadi (karena Bp. Sepraptoadi masih berhubungan jauh dengan Ibu Susilowati, mungkin dari ibu). Jika masih ada hubungan keluarga maka termasuk anak cucu Bp. Soepraptoadi, yang belum disebutkan di atas seperti keluarga Bp. Prasetyoadi.
Sedangkan keluarga-keluarga yang datang kemudian adalah Keluarga Bp. Tigor Pangaribuan, keluarga Bp. Sismiadi, keluarga Bp. Supardi, keluarga Ibu Tatik (dari Pak Narso),keluarga Ibu Sediyani Rahayu.
Selebihnya tentang bagan silsilah keluarga akan terdapat dalam entri sejarah berikutnya [Silsilah GKJW Jemaat Tunglur]. Sejarah Lengkap GKJW Jemaat Tunglur masih dalam penyusunan, sejarah singkat bisa dibaca 👉di sini. Database jemaat Tunglur bisa dilihat 👉 di sini.
(Foto di atas hanya ilustrasi).
COMMENTS